Judul Buku: Geologi Umum
Penulis: Drs. J.P. Buranda M.Si.
Penerbit: UM Press
Jumlah Halaman: iv + 151
STRATIGRAFI
A. Pengertian Stratigrafi
Stratigrafi adalah susunan lapisan sedimen dari waktu ke waktu. Perlapisan batuan sedimen mengandung makna penting dalam menentukan umur relatif batuan dan lingkungan pengendapan dalam hubungan ruang dan waktu. Jadi, lapisan-lapisan batuan sedimen mengandung catatan kejadian penting pada masa silam seperti iklim, jenis organisme yang hidup, lingkungan tempat terbentuknya batuan tersebut, kapan batuan tersebut terbentuk dan sebagainya. Oleh karena itu, stratigrafi digunakan sebagai studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi pelapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi.
B. Prinsip-prinsip Stratigrafi
Steno mengemukakan tiga prinsip stratigrafi yaitu prinsip kemendataran awal, superposisi, dan kesinambungan menyamping.
a. Prinsip Kemendataran Awal (The law of original horizontality)
Menjelaskan bahwa proses pengendapan bahan sedimen pada awalnya mendatar, kecuali sedimen kasar di lingkungan pengendapan non marin sering membentuk sudut 30̊ menurut sudut hentinya (angle of repose), misalnya pada kipas aluvial, endapan rombakan batuan (talus scree), endapan vulkanik di lereng gunung api.
b. Prinsip Superposisi (The law of superposisi)
Menjelaskan bahwa dalam suatu pengendapan yang berlapis-lapis, lapisan bawah yang diendapkan lebih awal dan berumur lebih tua daripada lapisan-lapisan di atasnya. Prinsip ini hanya berlaku apabila lapisan-lapisan tersebut belum mengalami gangguan misalnya mengalami pelipatan rebah.
c. Prinsip Kesinambungan Menyamping (The law of lateral continuety)
Menjelaskan bahwa perlapisan batuan sedimen menerus melintasi ledok pengendapan, tidak diendapkan di satu tempat saja secara vertikal. Oleh karena itu, dalam suatu lingkungan pengendapan, suatu lapisan masih dapat diketemukan lanjutannya ke samping.
Ciri batuan sedimen adalah berlapis-lapis, pipih berbentuk lempengan. Penyebab perlapisan kadang-kadang mudah ditafsirkan namun ada pula yang sulit diketahui penyebabnya. Pada batuan sedimen klastik, penyebab perlapisan batuan adalah :
1. Perubahan iklim, yang berpengaruh pada banyak sedikitnya bahan sedimen yang diendapkan.
2. Perubahan tinggi muka laut(transgresi dan regresi laut),berpengaruh pada perbedaan ketinggian antara daerah asal sedimen dengan lingkungan pengendapan.
3. Pengangkatan daerah asal sedimen, berpengaruh pada besar kecilnya erosi, daya angkut sungai, dan sifat batuan yang diendapkan.
4. Pengaruh kimia, misalnya garam-garaman menyebabkan terjadinya pengendapan secara kimiawi.
5. Perlapisan karena organisme, misalnya pada kurun waktu tertentu lingkungan memungkinkan hidupnya organisme diatomeae maka terbentuklah lapisan yang berbeda.
C. Satuan-satuan Stratigrafi
Lapisan batuan sedimen juga perlu diberi nama supaya mudah dibedakan dengan lapisan batuan lain. Satuan perlapisan batuan terkecil yang masih dapat diamati di lapangan disebut lapisan (laminae). Lapisan-lapisan yang mempunyai kesamaan tertentu misalnya kesamaan litologi digabung dan disebut formasi (formation). Suatu formasi dapat pula dibagi ke dalam anak bagian, misalnya formasi tersebut terdiri dari lapisan yang berganti-ganti antara batupasir – lempeng - batupasir – lempung maka batupasir dan lempung disebut anggota (member). Beberapa formasi yang mempunyai persamaan sifat-sifat tertentu digabungkan menjadi kelompok (group), misalnya beberapa formasi batuan endapan vulkanik disebut kelompok vulkanik.
Kelompok, formasi, anggota, biasanya diberi nama menurut tempat diberikan singkapan terbaik atau berdasarkan tempat pertama kali diketemukan. Contoh: Formasi Tellisa di Sumatera Selatan, terutama terdiri dari lapisan-lapisan lempung dan napal, diberi nama sesuai nama anak sungai Tellisa (di Jambi) tempat diketemukannya singkapan yang bagus. Di beberapa tempat dalam Formasi Tellisa ini terdapat batu gamping yang menggantikan senagian lempung. Batu gamping tersebut diberi nama Member Baturaja sesuai dengan nama tempat di mana pertama kali diketemukan. Jadi pemberian nama sangat subyektif, namun kalau sudah diberi nama oleh peneliti terdahulu maka hendaknya jangan membuat nama baru lagi. Perhatikan contoh stratigrafi di daerah Karawang Selatan, Jawa Barat pada gambar 1.0
Gambar 1.0 contoh stratigrafi di daerah Karawang Selatan, Jawa Barat
D. Ketidakselarasan dalam Stratigrafi
Lyell dan ahli geologilainnya pada abad ke 19 berspekulasi bahwa memungkinkan untuk menentukan umur mutlak batuan dengan menggunakan catatan stratigrafi. Dia mengatakan bila seseorang mengukur tingkat sedimentasidi laut, dan mengukur tebal seluruh sedimen, maka mungkin untuk menghitung berapa lama terjadinya lapisan batuan sedimen tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan benar dengan mengasumsikan bahwa;
a. Tingkat sedimentasi konstan selama terjadi sedimentasi
b. Diasumsikan bahwa seluruh lapisan conform, yang berati diendapkan lapisan demi lapisan tanpa interupsi/gangguan. Jika ada gap/ada yang hilang dalam catatan geologi karena tererosi atau tidak ada pengendapan maka waktu yang didapatkan dari perhitungan akan mengalami kesalahan.
Asumsi pertama salah karena dari pengamatan sehari-hari pada masa sekarang berbeda tingkat sedimentasi dari tempat satu ke tempat yang lainnya dan dari waktu ke waktu. Asumsi kedua juga salah karena sedimen dapat hilang secara periodik oleh perubahan lingkungan seperti perubahan tinggi permukaan laut dan aktivitas tektonik yang memimpin ke terjadinya erosi dan tidak terjadi pengendapan.
Unkonforminitas adalah tidak adanya kesinambungan dalam urutan sedimentasi. Hal itu terjadi karena perubahan kondisi lingkungan yang menyebabkan tidak terjadinya pengendapan pada waktu tertentu. Ada tiga jenis unkonforminitas yang dijumpai dalam batuan sedimen, yaitu angular unconformity, diskonformity, nonconformity.
a. Angular unconformity, berkaitan dengan lapisan yang lebih tua mengalami deformasi kemudian tererosi sebelum lapisan lebih muda diendapkan diatasnya.
b. Disconformity, yaitu unkonforminitas yang permukaan lapisan tidak teratur diantara lapisan mendatar yang disebabkan oleh berhentinya sedimentasi danterjadi erosi, tetapi tidak ada pemiringan lapisan. Diskonforminitas mudah dikenali karena lapisan diatas dan dibawahnya mendatar.
c. Noncomforminity, dimana lapisan sedimen terletak diatas bakuan bekuatau batuan metamorf.
E. Waktu Geologi
Waktu adalah periode selama suatu proses berlangsung, terjadi serangkaian kejadian yang tidak dapat diubah lagi. Waktu sangat penting dalam kehidupan manusia, demikian juga dalam ilmu pengetahuan, termasuk dalam bidang Geologi. Karena itu para ahli Geologi berusaha menciptakan skala waktu geologi untuk mengungkapkan kejadian-kejadian geologis seperti kapan terbentuknya bumi, kapan batuan tertentu terbentuk, kapan suatu daerah mengalami pelipatan, dan sebagainya.
Orang Mesir kuno mengamati dengan seksama perjalanan semu matahari lalu dihubungkan dengan zodiak, dan kemudian menetapkan bahwa lamanya perjalanan matahari sampai ke kedudukan semula adalah 1 tahun. Kemudian tahun 1964 ahli-ahli ilmu pengetahuan alam berusaha mendapatkan alat ukur yang lebih akurat dengan menggunakan derajat getaran atom cesium 133. Jam cesium yang tingkat kesalahannya kecil yaitu <1detik/1.000tahun, sekarang digunakan meluas di seluruh dunia dan orang meninggalkan pengukuran waktu berdasarkan teori relativitas dari Einstein.
Bumi kita selalu mengalami perubahan sebagai akibat dari proses-proses yang dialami. Periode suatu proses berlangsung atau perubahan-perubahan/kejadian-kejadian yang dialami bumi perlu diketahui karena mempunyai nilai positif bagi ilmu pengetahuan, khususnya bagi penggunaan praktis dalam ilmu pengetahuan, khususnya bagi penggunaan praktis dalam ilmu geologi itu sendiri. Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa teori evolusi kehidupan yang mendasari ilmu Biologi tidak membawa arti sepenuhnya bila tidak dihubungkan dengan waktu geologi, kapan spesies tertentu hidup di dunia ini dan seterusnya. Eksplorasi mineral bahan galian yang terkandung di dalam bumi akan mengalami kesulitan jika kejadian-kejadian geologis yang menghasilkan deposit tersebut tidak dapat direkonstruksikan.
Sadar akan pentingnya waktu, maka ahli geologi berusaha dengan segala kemampuan menafsirkan dan menghitung umur bumi, umur unit-unit batuan, dan semua kejadian-kejadian yang berhubungan dengan bumi. Adapun bidang geologi yang berhubungan erat dengan penentuan umur geologi terutama 3 sub spesialisasi geologi yaitu Palaentologi yang mempelajari fosil-fosil dalam rangka mengungkap kehidupan masa silam, Stratigrafi yang mempelajari lapisan-lapisan batuan sedimen, dan Geokronologi suatu sub spesialisasi gabungan antara geokimia dan geofisika yang bekerja menentukan umur absolut berdasarkan mineral yang terkandung dalam batuan. Akhirnya dikenal 2 macam ukuran waktu geologi yaitu umur absolut dan umur relatif.
Pada tahun 1654 Uskup Agung James Ussher mengambil kesimpulan sebagai hasil analisis skriptualnya bahwa bumi diciptakan pada tahun 4004 SM. Beberapa tahun kemudian, DR. John Lightfood dari sekolah teologia Cambridge, Inggris, merasa dapat menunjukkan lebih tepat lagi kapan bumi diciptakan oleh sang pecipta, seperti tulisannya berikut ini: ”Heaven and Earth, center and circumference, were made in the same instance of time, and clouds full of water, and man was created by Trinity on the 26th of October 4004 BC at 9 o’clock in the morning” . Benarkah bumi baru berumur sekitar 6000 tahun? Bagaimana pandangan para ahli ilmu pengetahuan terhadap pendapat kedua teolog tersebut, dapat diikuti uraian berikut ini.
1. Pengukuran Relatif
Umur relatif berarti dalam mengungkap umur belum dinyatakan secara tegas dengan skala waktu melainkan hanya membandingkan mana yang lebih tua dan mana yang lebih muda. Misalnya kita mengamati 2 lapisan batuan sedimen A dan B, maka dengan menggunakan umur relatif kita cukup mengatakan lapisan batuan sedimen A lebih tua daripada lapisan batuan sedimen B atau sebaliknya, atau terbentuk pada waktu yang sama (seumur).
Beberapa metode pengukuran umur relatif antara lain:
1.) Metode Superposisi
Digunakan untuk menentukan umur relatif batuan sedimen yang belum mengalami gangguan (misalnya mengalami pelipatan). Prinsipnya adalah lapisan batuan sedimen yang terletak paling atas umurnya lebih muda daripada lapisan dibawahnya. Hal ini mudah dipahami karena proses pengendapan dimulai dari bawah.
2.) Metode Intertonguing
Artinya batuan yang saling memasuki?menembus satu sama lain. Digunakan pada batuan sedimen yang struktur pelapisannya saling memasuki satu sama lain. Kalau menemukan batuan semacam itu maka dapat ditafsirkan umur kedua lapisan batuan tersebut sama.
3.) Metode Intrusi
Digunakan pada batuan intrusi. Pada peristiwa adanya batuan intrusi (magma membeku dalam batuan sedimen) maka dapat ditafsirkan bahwa batuan intrusi umurnya lebih muda daripada batuan sedimen yang dimasuki.
4.) Metode Metamorfosis
Digunakan pada batuan malihan. Apabila kita menemukan batuan malihan maka penafsirannya adalah batuan malihan tersebut lebih muda daripada batuan induknya (batuan darimana dia berasal). Misalnya kita menemukan batuan pualam (marmer) kapur maka dapat ditafsirkan bahwa batu pualam lebih muda umurnya daripada batu kapur karena marmer berasal dari batu kapur yang mengalami metamorfosis.
5.) Metode Deformasi
Digunakan pada proses perubahan formasi batuan akibat adanya proses geologi seperti patahan atau pelipatan. Dalam keadaan demikian dapat ditafsirkan bahwa batuan yang mengalami patahan atau pelipatan tersebut umurnya lebih tua daripada peristiwa patahan atau pelipatan. Jadi sudah ada lapisan batuan baru terjadi proses pematahan atau pelipatan.
6.) Metode Fauna
Dapat diartikan pergantian alam binatang. Setiap lapisan sedimen biasanya mengandung fosil dengan karakteristik sendiri-sendiri menurut tempat dan waktu organisme itu hidup. Ciri-ciri/karakteristik fosil dalam setiap lapisan sedimen dikenal dengan sebutan facies plaentologi. Dengan bantuan fosil yang terkandung dalam batuan, dapat menunjukkan kepada kita umur dari masing-masing lapisan batuan. Kalau diketemukan di daerah yang sama atau berdekatan (local area) dan belum mengalami gangguan, maka penentuan umur lapisan batuandan sekaligus umur fosil yang ada di dalamnya dapat dilakukan dengan menggunakan metode superposisi. Untuk daerah yang berjauhan tetapi menunjukkan ciri-ciri yang sama dapat dilakukan penasabahan atau korelasi untuk menentukan umur lapisan batuan. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian dalam bidang biologi bahwa spesies-spesies tertentu hanya hidup dalam suatu kurun waktu tertentudalam perkembangan sejarah bumi, kemudian menghilang digantikan oleh spesies berikutnya setelah melewati interval kurun waktu tertentu. Dalam hal ini sumbangan dari palaentologi sangat besar peranannya untuk menentukan umur relatif batuan.
Demikianlah secara singkat cara penentuan umur relatif batuan, nampaknya sangat sederhana namun dalam pelaksanaannya di lapangan membutuhkan pengetahuan yang luas dalam bidang geologi dan beberapa ilmu lain sebagai ilmu bantu, serta pengalaman dan ketekunan.
2. Pengukuran Umur Mutlak
Istilah mutlak menunjukkan bahwa para ahli telah melangkah lebih maju lagi dengan menggunakan skala waktu yang kita kenal sehari-hari seperti tahun dalam menyatakan umur suatu lapisan batuan. Misalnya dikatakan lapisan A berumur 50 juta tahun, bumi terbentuk 4,5 milyar tahun yang lalu dan sebagainya.
Di sini akan ditekankan bahwa kata mutlak tidak dapat ditafsirkan sama bila kita menghitung umur kita yang sudah tercatat dengan teliti kapan kita lahir. Kejadian-kejadian yang dialami bumi sepanjang sejarahnya, sulit sekali diketahui secara pasti, karena jauh sebelum ada manusia bumi sudah ada. Memang lapisan-lapisan batuan sedimen merupakan lembaran-lembaran catatan yang berisi keterangan sebagai petunjuk kapan suatu proses geologi terjadi, namun tentu saja sangat sulit mentransfernya kedalam skala waktu yang kita pakai sehari-hari. Oleh karena itu penentuan umur bumi dengan menggunakan metode paling baik yang dimiliki sekarang, standar kesalahannya ada yang sampai 200.000 tahun.
Hal ini akan mudah dipahami kalau kita menyadari bahwa pengukuran yang kita lakukan sehari-hari dengan ketelitian maksimal pasti mengalami kesalahan. Salah satu contoh sederhana adalah pengukuran jarak 1 cm di atas kertas dengan menggunakan penggaris dan pensil, minimal akan mengalami kesalahan dalam hal: ketidak tepatan mata kita memandang tegak lurus dari atas akan menghasilkan penentuan titik pada kertas tidak tepat lagi, kesalahan karena tebal garis pada penggaris dan kesalahan karena tebal titik yang dibuat di atas kertas. Semakin tebal garis petunjuk pada penggaris dan titik yang dibuat di atas kertas, semakin besar pula keselarasan yang dibuat. Oleh karena itu, kesalahan ratusan tahun dalam menakssir umur bumi yang sudah miliaran tahun adalah hal yang wajar, walaupun tentunya diharapkan kesalahan tersebut semakin kecil.
Sejalan dengan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan, maka sejak tahun 1950an para ahli berhasil melakukan pengukuran-pengukuran yang lebih reliabel dan dinyatakan dengan skala waktu yang kita gunakan sehari-hari. Tetapi tidak berarti bahwa pengukuran umur relatif sudah ditinggalkan sama sekali, karena dalam hal-hal tertentu justru diperlukan umur relatif saja tanpa harus mencari tahu umur mutlaknya. Dengan demikian maka dalam geologi keduanya berjalan seiring, saling melengkapi, bahkan tidak jarang metode pengukuran umur relatif dibutuhkan misalnya dalam penasabahan.
Seperti halnya penentuan umur relatif, ada beberapa metode yang dikembangkan selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Mula-mula para ahli menentukan umur mutlak secara kasar dan terlalu teoritis dengan mendasarkan pada intensitas proses-proses geologi. Dengan pendekatan yang demikian diasumsikan bahwa proses-proses geologis yang diamati sekarang ini juga berlaku pada masa silam. (Prinsip Uniformitas dari Charles Lyell, yang dipengaruhi oleh pandangan James Hutton: The present is the key to tthe past). Bahkan lebih jauh lagi, intensitasproses dianggap sama dari waktu. Dengan demikian hasilnya sangat kasar, namun cukup menunjukkan bahwa umur bumi sudah berjuta-juta tahun.
Selanjutnya para ahli memanfaatkan penemuan-penemuan baru khususnya mengenai unsur radioaktif yang pertama kali diketemukan oleh ahli Fisika-Kimia dan Perancis, Henry Beequerel tahun 1896, kemudian diketahui bahwa Rontgen juga telah menemukan bahwa unsur-unsur tertentu mengeluarkan sinar-X yang berdaya tembus sangat kuat. Berikutnya pasangan suami istri Pierre dan Merrie Curie, menemukan adanya unsur radioaktif lain yang disebut radium.
Perkembangan pengetahuan mengenai unsur badioaktif ini sangat membantu para ahli geologi dalam menentukan unsur mutlak bumi/batuan, karena di dalam bumi tersimpan berbagai unsur radioaktif tersebut dapat diketahui dari sebuah alat yang dikenal dengan nama Geiger Counter, yang akan menimbulkan suara bila ada unsur radioaktif yang memancarkan radiasinya. Besar kecilnya radiasi ditentukan oleh banyaknya pukulan perdetik.
Uraian metode pengukuran umur mutlak secara singkat akan dibicarakan mulai dari yang paling sederhana.
1). Metode Pendinginan Bumi, digunakan untuk mengukur umur bumi dengan menghitung pendinginan bumi. Para ahli menaksir suhu bumi mula-mula, tingkat pendinginan, dan suhu bumi sekarang. Tahun 1899 Lord Kelvin mencoba menghitung umur bumi dengan metode ini dan sampai pada kesimpulan bahwa bumi mulai memadat 20-40 juta tahun yang lalu. Pendapat Lord Kelvin tersebut ditentang ahli lain dengan alasan:
(a). ahli astronomi dewasa ini beranggapan bahwa bumi terbentuk dari akumulasi materi antar bintang yang sifatnya dingin
(b). ahli lain mengatakan bahwa gambaran umur bumi yang dikemukakan oleh Lord Kelvin hanya umur minimum saja, karena ada pemanasan dari unsur-unsur radioaktif yang ada di dalam bumi.
2). Metode Kadar Garam Air Laut, digunakan untuk mengukur unsur laut. Dasarnya adalah sungai ke laut. Dengan menghitung kadar garam laut sekarang, berapa tambahannya setiap tahun maka dapat dihitung sudah berapa lama proses berlangsungsampai ke keadaan sekarang tahun 1998 Joly menghitung unsur laut dan sampai pada kesimpulan bahwa umur laut sekitar 15 x 1015 kg : 15,1 x 107 kg/tahun =99 juta tahun. Kelemahan metode ini adalah: (a). ada sumbar garam lain yang masuk kedalam laut, tidak hanya dari daratan yang terbawa air sungai (misalnya garam yang terbantuk hasil reaksi kimia di dalam laut, letusan gunungapi di dasar laut dan sebagainya; (b) besarnya tambahan garam laut ke dalam setiap tahun tidak sama, nampaknya masa-masa sekarang maningkat karena industri bertambah banyak; ada garam-garaman yang hilang dari laut karena diambil manusia, tertiup angin ke udara dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur laut yang dikemukakan Joly terlalu sedikit.
3) Metode Tingkat Sedimen, digunakan untuk mengukur umur batuan sedimen yang belum mengalamigangguan seperti pelipatan dan patahan. Dengan metode ini tebal lapisan sampai ke lapisan yang ingin diukur umurnya dihitung, demikian pula tingkat sedimentasi setiap tahun dihitung, maka umur lapisan dapat dihitung, maka umur lapisan dapat dihitung. Misalnya tebal lapisan endapan = 10.000 meter, sedang pengukuran tiap tahun menunjukkan bahwa setiap tahun tebal endapan bertambah 0,5 mm, maka lapisan terbawah berumur 10.000 m: 0,5 mm = 20 juta tahun.
4) Metode Tingkat Erosi, prinsipnya sama dengan metode tingkat sedimentasi, yaitu tebal lapisan yang tererosi diukur demikian juga tingkat erosi setiap tahun diukur. Metode ini pernah digunakan menghitung proses erosi mundur di air terjun Niagara, dan diketahui bahwa proses erosi telah berlangsung sejak 24.000 tahun.
5) Metode Lingkaran Pertumbuhan (Growth Rings), digunakan mengukur umur batuan sedimen, pada pohon-pohon tertentu akan terlihat dengan jelas lingkaran pertumbuhan setiap tahun, di mana pada musim pertumbuhan akan terbentuk lingkaran tetapi pada masa istirahat tidak akan terbentuk lingkaran pertumbuhan. Lingkaran tersebut merupakan catatan penting yang menjadi petunjuk umur pohon tersebut. Apabila kita mengumpulkan fosil tumbuhan seperti itu dari setiap lapisan sedimen kemudian mengurutkannya sesuai dengan prinsip superposisi maka akan diketemukan umur mutlak lapisan batuan.